Movie: A Little Thing Called Love / A Crazy Little Thing
Called Love
Thai: สิ่งเล็กๆ ที่เรียกว่า...รัก
Sutradara: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin
Pokpong
Penulis: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin Pokpong
Produser: Somsak Tejcharattanaprasert and Panya Nirankol
Sinematografi: Reungwit Ramasudh
Tanggal Rilis: August 12, 2010 (Thailand )
Panjang Film: 118 min.
Distributor: Sahamongkol International and Work Point
Bahasa: Thai
Negara: Thailand
Cast :
Mario Maurer as Chon
Pimchanok Lerwisetpibol as Nam
Sudarat Budtporm as Guru Inn
Perawatch Herabutya as Guru Phol
Pijitra Siriwerapan as Guru Aorn
Acharanat Ariyaritwikol as Top
Khachamach Promsaka Na Skolnakorn as Pin
Adegan di mulai di sebuah pameran fotografi profesional.
Sang fotografer sedang diwawancarai mengenai sebagian besar foto-fotonya.
Tiba-tiba terdengar suara tangis bayi. Fotografer itu mohon izin pada
wanita-wanita yang mewawancarainya, “Maaf, itu anakku.”
Saat fotografer menghampiri bayi itu dan menghiburnya agar
tak menangis lagi. Sementara wanita-wanita yang mewawancarainya berbisik-bisik,
“Tampan sekali, sayang sudah punya anak.”
Kemudian adegan berpindah ke 9 tahun sebelumnya. Nam ,
seorang gadis berkulit gelap, berkacamata, baru pulang sekolah bersama ketiga
teman-temannya, Cheer, Nim dan Gie.
Saat perjalanan, sebuah sepeda motor yang dikendarai oleh
seorang cowok tampan melintas. Nam
memperhatikannya dengan terpesona, apalagi saat cowok itu dengan baik hati
memberikan jalan pada orang buta. Teman-temannya yang menyadari arah pandangan Nam menggodanya, meski Nam mengelak tapi ia tak luput dari
sasaran kejahilan teman-temannya.
Sepeninggal teman-temannya Nam tak langsung ke rumah. Ia
menjemput seorang bule bernama James Bean. Rupanya Ibu Nam memiliki penginapan dan restoran murah untuk
para turis backpacker yang ke Thailand .
Ibu Nam :
“Bagaimana sekolahmu hari ini?”
Ibu Nam :
“Apa kalian tak bosan satu sama lain? Kalian sudah bersama sejak kelas 1.”
Pang (adik Nam )
menimpali: “Dia tak punya pilihan bu. Tak ada lagi yang mau berteman dengannya
karena begitu melihat Nam .”
Pang, “Tapi tetap harus jadi pertimbangan pertama. Untung
aku terlahir mirip dengan Ibu, jika aku mirip dengan Ayah atau Nam
aku pasti takkan punya pacar saat aku besar”
Dan lagi-lagi kakak adik itu bertengkar. Ibunya memisahkan
mereka, “Pang ini, ayahmu pasti sedih kalau mendengarnya. Nam , pergi ke tempat yang kau inginkan sana !”
Setelah Nam
pergi, Pang berbicara, “Ayah di Amerika. Ia takkan bisa mendengar kita.”
Saat Nam
pulang dari pasar dan menikmati eskrim yang dibelinya, seorang cowok jatuh dari
pohon di dekatnya. Cowok yang sama yang dilihat Nam mengendarai motor vespa
sepulang sekolah.
“Mangga?”tawar cowok itu pada Nam . Ternyata kaki cowok
terpincang-pincang.
Keesokan harinya di sekolah, Nam , Cheer, Nim dan Gie
menghabiskan waktu istirahat mereka dengan mengisi quiz di majalah.
Gie, “Nim dapat 28. Cowok yang pas untukmu adalah seseorang
dengan jiwa pemimpin...”
Mereka lalu melirik Tom, pemimpin klub agama Buddha yang
suka meditasi.
Gie, “Cheer 15-25, cowok yang cocok untukmu adalah cowok
yang ahli dibidang olahraga.”
Cheer melihat Kai, cowok anggota sepak bola, dengan terpesona.
“Nam ,
kau cocok dengan pria yang berjiwa seni... Kira-kira siapa ya?”
Di kelas Bahasa
Inggris Bu Guru Inn , Nam
dan teman-temannya terlihat sibuk mengobrol lewat kertas. Mereka membicarakan
cowok tampan yang sedari tadi dilirik Nam .
Cheer menulis, Namanya Chon. Dia senior satu tingkat di atas
kita. Masa lalunya sangat mengerikan. Jangan dekat-dekat dengannya.
Cheer, Itu benar! Dua orang gadis pernah mengundurkan diri
dari sekolah karenanya. Dia itu berbahaya.
Dan saat Cheer dan Nim mengobrol mengenai Chon, Guru Inn
mengetahuinya dan menghukum Cheer untuk berdiri. Ia ditanyai arti dari “You’re
my inspiration”. Cheer yang tak tahu gelagapan, hingga akhirnya Nam memberi
tahunya diam-diam dan Cheer bisa melalui hukumannya dengan mulus.
Di tengah pelajaran Nam
meminta izin pada Guru Inn untuk pergi ke
toilet. Meski ia akhirnya berbelok untuk mengintip Chon di kelasnya. Terlihat
Chon sedang menjahili bangku temannya, Nam tersenyum geli dan puas.
Saat berbalik hendak ke kelas, ia berpapasan dengan Chon
yang rupanya mendapatkan getah dari perbuatan jahilnya. Chon dihukum berdiri di
luar kelas sambil mengangkat satu kaki dan merentangkan tangannya. Tanpa
sepengetahuan guru, Chon memasang headset di telinganya. Begitu Nam lewat, Chon memberi isyarat dengan telunjuk
jari agar Nam
tak berisik. Nam
tersenyum geli melihat Chon yang joget-joget diiringi musik di headsetnya.
Sejak saat itu, Nam yang sedang kasmaran mengikuti
kemana Chon pergi. Ke tangga, ia pura-pura ada disitu sejak tadi. Ia juga
menelusuri lorong-lorong sekolah hingga tak sengaja hampir bertabrakan dengan
Kepala Sekolah.
Begitu pun saat olahraga. Chon yang suka ikut-ikutan bermain
bersama klub sepak bola memancing histeria para gadis yang tergila-gila
padanya. Termasuk Nam
yang pura-pura membagikan minuman gratis.
Saat sedang bermain sepak bola, tiba-tiba seorang murid
cewek memanggil Chon. Chon menghampirinya dan mereka terlihat akrab. Seluruh
murid kelihatan jealous dan penasaran tentang hubungan keduanya.
Di rumah, Nam
mematut di depan kaca. Ia menyadari tak ada kemungkinan untuk Chon melirik
padanya karena kulitnya yang dekil dan gelap.
Kemudian ia dikejutkan oleh kedatangan pamannya yang bekerja
di Amerika bersama ayahnya. Pamannya masih terkena jetlag karena penerbangan
yang jauh.
Pamannya memberitahu Nam ,
Pang dan Pim, ibu Nam
kalau ayahnya bekerja menjadi asisten koki. Ia juga mengirimkan foto serta
mengatakan kalau Ibu Nam
dan anak-anak harus bersabar.
Paman Cheng, “Ayahmu juga mengatakan, kalau di antara kalian
ada yang mendapatkan ranking 1 maka ia akan mengirimkan tiket ke amerika.”
“Tapi tiket kan mahal” ujar
Pang menghilangkan kegembiraan Nam .
Pim, “Karena ayahmu tahu, mendapatkan ranking 1 itu sangat
sulit buat kalian makanya ia janji seperti itu.”
“Dari ranking 30?”sela Pang. Gubrak!
Istirahat sekolah, Nam yang hendak membeli minuman
untuk teman-temannya mendapat gangguan dari anak-anak basket, Maew dan Ding.
Mereka bertengkar dan keributan itu disadari oleh Chon. Chon membelikan Nam 4 gelas pepsi untuk Nam dan kawan-kawannya. Nam
semakin terpesona oleh Chon.
Rupanya Maew dan Ding tak terima oleh perbuatan Chon yang
dinilai mereka sok pahlawan. Mereka mengajak Chon bertarung di belakang
sekolah. Tadinya Chon tak berniat meladeni mereka sampai Ding menghina-hina
ayahnya, “Kenapa? Kau berniat menjadi sok pahlawan seperti ayahmu? Gara-gara
ayahmu tak bisa tendangan pinalti provinsi kita tak jadi mendapatkan piala
nasional! Dasar sial ayahmu!”
BUG! Chon yang habis kesabaran menghajar Ding.
Sesampainya di rumah, Nam menyimpan Pepsi yang dibelikan
Chon untuknya di kulkas. Di tempelkan kertas bertuliskan “Jangan Diminum” di
gelas Pepsi tersebut. Saat di kamar, ia membersihkan kancing yang ia pungut dan
menggambar sebuah senyum di atas kancing tersebut. Ia memanggil benda yang
diyakininya milik Chon itu Tuan Kancing. Setelahnya ia tertidur sambil
membayangkan memeluk Chon.
Saat upacara sekolah keesokan harinya, Bu Guru Inn memanggil
nama-nama yang disuruh ke ruang disiplin untuk diberi hukuman. Rupanya Chon,
temannya, Maew dan Ding juga dipanggil karena bertengkar kemarin.
Saat di ruang Guru Kedisiplinan, Chon dan yang lain diberi
hukuman sabet rotan di pantat. Nam
yang merasa menyesal menunggui Chon selesai menerima hukumannya. Chon diberi
keringanan oleh gurunya karena berprestasi dibidang fotografi. Di luar, Chon
bertemu dengan Nam dan
mengatakan kalau hukuman yang diterimanya bukan karena Nam . Nam memberi plester untuk luka
Chon. Setelah berbalik, Chon memanggil nama Nam untuk mengucapkan terima kasih.
Sepulang sekolah Nam segera pergi ke danau dan
berteriak heboh karena Chon tahu namanya.
Di Kafe tempat Nam dan kawan-kawannya biasa
nongkrong sepulang sekolah, Cheer menemukan buku 20 Trik Menggaet Senior untuk
menjadi pacar. Nam
pura-pura tak tertarik dan memilih membaca buku, Rahasia Menjadi Ranking 1.
Cheer menggodanya, “Apakah kau benar-benar Nam ?”
Beberapa saat kemudian masuk beberapa kakak kelas mereka
sambil membawa sebuah buku berjudul 9 Metode Cinta. Kakak kelas itu
membicarakan bahwa buku itu ampuh sekali dan membuatnya bisa pacaran dengan
orang yang ia sukai. Temannya juga membeli buku yang sama, dan ia juga
berhasil.
Cheer dan yang lain tertarik membeli buku itu dan membacanya
di rumah Nam .
Metode pertama (dari Yunani):
“Pergilah ke tempat dimana banyak bintang seorang diri, lalu
tariklah garis dari bintang satu ke bintang yang lainnya sampai membentuk nama
pria yang kau sukai.”
Cheer dan teman-temannya langsung ke jendela dan menarik
nama masing-masing pujaan hati mereka, sementara Nam diam saja di kursi baca.
Nim, “Nam
kau tak ikutan?”
Akhirnya setelah teman-temannya pulang, Nam segera berlari ke jendela dan
menarik nama Chon di antara bintang-bintang dengan sepenuh hati. (OSTnya enak
dan pas)
Chon sedang bermain bola bersama teman-temannya hingga
pelatih fotografi nya datang. Ia membawa poster tentang lomba fotografi yang
akan diikuti oleh Chon. Ayahnya yang sedang beres-beres toko memandang Chon
dari jauh.
Ayah Chon, “Dia selalu bermain sepak bola bersama
teman-temannya tapi tak pernah mau ikut klub sepak bola sekolah”
Ibu Chon yang ternyata bule, “Biarkan saja. Dia bermain
sepak bola untuk bersenang-senang, bukan untuk bertanding.”
Ayah Chon mengusap wajahnya, “Andai saja saat itu aku
berhasil melakukan penalti...”
Ibu Chon menghela nafas, “Nah, lagi-lagi kau bicara seperti
itu. Chon tak bermain serius bukan karenamu. Kalaupun ia trauma, suatu saat ia
akan melewatinya. Lihat, orang yang nyata berdiri di depanku, sudah melewati
hari yang buruk itu hingga bertahan sampai sekarang bukan?”
Ayah Chon tersenyum.
Pagi harinya di sekolah, Nam datang dengan penampilan baru.
Ia memasang kawat gigi. Sementara Gie bilang ia aneh dengan kawat gigi
tersebut, Nam
bersikeras kalau kawat gigi itu kelihatan indah.
Cheer tak memperdulikan Nam , ia menatap Kai yang duduk jauh
di depannya. Kemudian bergumam, “Makan... makan nasinya... yes! Dia makan
nasinya!”
Nim meledek Cheer, “Tentu saja, karena dia memang sedang
makan.”
“Apa yang sedang kalian lakukan?”tanya Gie heran.
Nim menunjukkan lagi buku 9 Metode Cinta...
Metode kedua (dari Maya):
“Pusatkan pikiranmu dan tataplah orang yang kau suka.
Usahakan kau menguasai pikirannya, kemudian suruh ia melakukan sesuatu. Jika
berhasil, maka ia pasangan jiwamu...”
Sebelum Nim selesai bicara, Nam sudah memandangi Chon. Sambil
memusatkan pikirannya ia bergumam, “Menolehlah padaku... menolehlah padaku...”
Usaha Nam
dilihat oleh teman Chon yang kemudian memanfaatkan keadaan itu untuk menyuruh
Chon menoleh hingga bisa mencuri bakso milik Chon. Chon menoleh. Nam
menjerit kecil, “Chon menoleh padaku!”
“Siapa yang menoleh, Nam ?”tanya Cheer yang duduk
disamping Nam .
“Kau mencoba menghipnotis Chon ya?”tanya Cheer curiga.
“Apa, kau gila?! Tentu saja tidak!”elak Nam . Meskipun akhirnya ia ketahuan
juga berbohong.
“Lalu kenapa kau bilang buku ini tak masuk akal?”sindir Nim.
Cheer menepuk bahu Nam ,
“Tenang saja Nam ...”
“...kami pasti akan meledekmu!” lanjut teman-temannya sambil
tertawa.
Di tempat lain, Guru Inn sedang bahagia karena diberi
sekotak telur asin oleh Guru Phol.
“Sepanjang perjalananmu kau pasti memikirkan aku karena
membeli telur ini” ucap Guru Inn tersipu malu.
Guru Phol hanya tersenyum.
Sepanjang jalan Guru Inn
bernyanyi gembira dan memamerkan telur asin yang diberi Guru Phol, namun
nyanyiannya terhenti ketika di kantor guru, masing-masing meja juga penuh
dengan kotak telur asin dengan merek yang sama. Bahkan banyak yang lebih dari
satu kotak.
Metode ke tiga (dari Skotlandia):
“Berikan sesuatu yang berlambang hati kepada pujaanmu”
Kali ini Nam
dibantu teman-temannya hendak memberi Chon hadiah coklat berbentuk hati. Mereka
menyingkirkan hadiah-hadiah lain yang ada di atas sepeda motor Chon dan menaruh
kotak coklat Nam
di atas sepeda motor.
Saat Chon mengambil hadiahnya, Nam dan kawan-kawan mengintip dari
balik tembok. Dan, ups, rupanya karena kelamaan di atas sepeda motor Chon,
coklat itu mencair dan mengotori sepeda motor Chon.
“Kita lupa satu hal,” ujar Cheer, “Negara kita negara
Tropis.”
“Mangga?”tanya Gie heran pada Nam
ketika Nam
memutuskan untuk memberi Chon Mangga, “Orang lain memberi sapu tangan, bunga,
dan yang lain sementara kau Mangga? Bagaimana bisa romantis.”
Saat mereka masih berdebat, rupanya sudah ada yang
mendahului mereka. Faye, cewek tercantik satu sekolah menghampiri Chon dan
memberinya kue mangga buatannya. Chon terlihat sangat senang dan berterima
kasih.
“Dia manis, dan ibu rumah tangga yang baik di masa depan,
bagaimana kita bisa bersaing dengannya?”ujar Gie lesu.
Saat ujian Bahasa Inggris berlangsung, rupanya Bu Guru Inn
diundang oleh Guru Phol untuk makan malam di rumahnya. Guru Inn pura-pura sibuk
dan berusaha menyempatkan diri untuk datang. Namun Guru Orn lewat dan
mengkonfirmasi janji makan malamnya juga bersama Guru Phol di waktu yang sama.
Guru Inn bertanya pada Guru Phol, “Malam ini bukan hanya kencan di antara kita
saja?”
Guru Phol tertawa, “Tolong jangan sebut sebagai kencan.
Malam ini aku sengaja mengundang guru-guru untuk makan malam bersama.”
Guru Inn cemberut. Ketika Nam
menghampiri dan menyerahkan kertas ujiannya, Guru Inn yang masih terbawa emosi
meremas kertas ujian Nam
dan membuangnya. Saat tersadar, ia minta Nam menolongnya memungut kertas itu
lagi.
“Aku punya ide” kata Cheer, “Chon harus mengantar Nam
pulang. Ini akan jadi terlihat romantis.”
“Kue Mangga” Chon memanggil Faye, “Kenapa? Apa kau tak bisa
berjalan?”
“Tak apa...” ucap Faye pura-pura, namun lagi-lagi ia
memperlihatkan seolah-olah ia terkilir. Chon yang gentle menawarkan tumpangan
pada Faye yang disambut senang hati. Faye tersenyum menang ke arah Nam .
“Ah, Dramatis sekali” sinis Gie.
“Apa ia lulusan sekolah akting?”sahut Cheer. Sementara Nam
melongo tak percaya.
Tahun berikutnya....
Pang menemukan kertas yang isinya gambar Nam dan Chon kemudian mengadukannya
pada Pim. Pim marah karena Nam
sudah memikirkan pacaran, “Nam ,
bagaimana kamu mau bertemu ayahmu? Untuk hal ini, kamu harus lebih dewasa dulu.
Sekarang kamu hanya harus fokus belajar!”
Pang meledek Nam .
Dengan marah, Nam
pergi ke atas atap.
Di atas atap Nam
hanya melamun sambil mendengarkan musik sedih. Rupanya Pang yang merasa
bersalah menelpon Cheer dan yang lain agar menghibur Nam . Mereka datang dan hendak
mempraktekan buku 9 Metode Cinta.
Metode ketujuh *tahu-tahu sudah tujuh* (dari Gypsy):
“Cinta, berarti harus membangun diri sendiri. Gunakanlah
kekuatan cinta agar kita bisa menjadi lebih pintar, lebih cantik dan lebih baik
dari sebelumnya. Maka akhirnya si dia akan melihat ke kita.”
Sambil diiringi OST yang enak (?) Cheer dan yang lainnya
melakukan segala macam perawatan pada tubuh Nam . Dari masker, lulur, sampai
melumuri kulit Nam
dengan kunyit.
“Apa kau menderita sakit kuning?”tanya Chon sambil memeriksa
suhu tubuh Nam .
Saat itu lagi-lagi Faye datang, dan berpura-pura hendak
membeli sekotak bola pingpong. Nam
yang kesal menjatuhkan bola pingpong yang dipegangnya sehingga Faye terpeleset
dan jatuh.
Di sekolah akan diadakan klub pentas seni. Klub drama guru
Inn terlihat kosong dan tak ada yang mendaftar, sementara klub penari klasik
milik Guru Orn penuh dengan peminat. Di antara peminat-peminatnya juga ada Nam
cs.
“Nam ,
kau harus melepas kaca matamu” saran Cheer.
“Nam
benar,” Nim menimpali, “Setiap tahun Guru Orn hanya memilih yang cantik. Dan
seluruh sekolah akan datang melihat mereka menari.”
“Tidak seperti klub drama, mereka semua jelek. Tak ada yang
ingin melihat mereka perform” tambah Gie.
“Tapi kita harus mencobanya” sela Cheer, “Kita mungkin tak
cantik, kulit putih dan mirip China ,
tapi kita indah dan berkulit gelap. Kita bakal jadi trend baru.”
Yang lain tertawa.
Chon lewat di dekat mereka dan menimbulkan kehebohan. Faye
memanggil Chon dan bertanya klub mana Chon akan bergabung.
“Aku akan ikut klub fotografi” jawab Chon.
Faye tersenyum genit, “Kalau kau butuh model untuk fotomu,
kau bisa memanggilku kapan saja...”
Cheer cs menatap Faye jijik.
Chon tersenyum, “Aku berminat memotret pemandangan bukan
orang.”
Cheer cs menertawakan Faye. Tapi Faye tak menyerah, “Ah, Kak
Chon bercanda.”
“Aku memang bercanda” jawab Chon menghilangkan tawa Cheer
dan yang lain, “Sini biar kufoto.”
Faye memasang pose manisnya. Di foto kedua, Nam
ikut-ikutan di belakang Faye.
“Jadi, kau sudah tak kuning lagi? Kau kelihatan lebih cerah”
ujar Chon setelah memotret mereka berdua.
“Aku akan menanti penampilan kalian berdua saat festival”
ucap Chon membuat Faye dan Nam
tersipu malu.
“Lihat kan Nam ,
pada akhirnya Chon akan memakan umpan darimu. Kau hanya harus lebih cerah dan
optimis” ujar Cheer.
“Menjadi lebih baik dan indah,” sahut Gie. Nam mengangguk sambil tersenyum.
“Kalau kau ragu soal keindahan, kenapa tidak pindah saja ke
klub lain?”sindir Faye.
Faye, yang masih dendam pada Nam , meracik minuman dengan bumbu
khusus. Ketika Nam
lewat ia memanggilnya dan memberi minuman itu sebagai tanda maaf. Nam
menerima minuman itu tanpa curiga sedikitpun. Namun sebelum meminumnya Pin,
senior Nam yang sekelas
dengan Chon menahan tangan Nam
dan menyuruh Faye untuk mencoba minuman itu lebih dulu. Rupanya sedari tadi ia
memperhatikan Faye.
“Kenapa kau tak mau minum?”tantang Pin.
Faye salah tingkah.
“Lain kali hati-hatilah jika kau tak mau meminum air dengan
kecap ikan” nasihat Pin pada Nam ,
“Pergi dan buang minuman itu!”
Dan hilang sudah kesempatan Faye memikat hati Chon.
Guru Inn yang tak menemukan satu pun peminat akhirnya
memutuskan menghampiri Nam
cs yang baru didepak dari klub tari. Ia mengetes Nam cs dengan asal kemudian
mengatakan bahwa mereka sudah diterima di klub drama. Dan mereka ditunggu di
auditorium. Matanya lalu menangkap minuman Nam yang belum dibuang dan tanpa
pikir panjang langsung meminumnya! Reaksinya seperti yang bisa dibayangkan. Ia
hampir memuntahkan minumannya di depan Kepala Sekolah. Nam cs langsung mencegah Kepala
Sekolah yang juga ingin meminum minuman itu.
Cheer berusaha menjelaskan kalau mereka ingin ikut klub
tari, namun belum selesai Cheer ngomong, Chon muncul juga di auditorium.
Rupanya ia juga dipaksa ikut oleh Guru Inn. Nam menggunakan kesempatan ini
untuk lebih dekat dengan Chon dan setuju bergabung dengan klub drama.
Klub drama akan mementaskan Drama Bahasa Inggris Snow White
dan karena Nam yang terbaik
dalam pelajaran Bahasa Inggris ,
ia terpilih jadi Snow White.
Chon? Dia terpilih jadi kelinci merangkap penata panggung.
Guru Inn kemudian mengajak Guru Phol dan Guru Orn untuk
melihat hasil tata rias anak didiknya. Ia membual kalau anak didiknya mengerti
tentang keindahan, namun ketika mereka sampai mereka dihadapkan oleh anak-anak
drama yang berdandan kacau dan asal-asalan.
“Ini panggung drama atau panggung komedi Guru Inn?”sindir
Guru Orn.
Hari menjelang gelap, latihan drama Nam usai. Ia pergi ke belakang
panggung yang dipikirnya sepi orang. Ternyata ada Chon disitu dan mereka hanya
berdua.
“Oh, kau sudah mau pulang?”tanya Chon yang sedang asik
memotret.
Dengan sigap, Nam segera menutupi kertas itu
dengan kakinya. Ia menyeretnya sepanjang pulang.
“Hati-hati ya...” ujar Chon yang tak sadar soal kertas itu.
Ia lebih heran pada Nam
yang berjalan terseret-seret padahal saat datang berjalan dengan normal.
Guru Inn diam-diam mematai Guru Orn yang mampu mendandani
muridnya dengan sangat baik. Tak mau kalah akhirnya ia meminta bantuan Pin
untuk menjadi ahli tata rias drama. Ia menyuruh Pin untuk mendandani Nam
lebih dulu. Chon, dibelakang Nam ,
memberi isyarat pada Pin agar melakukan yang terbaik. Kemudian Nam
mulai didandani oleh Pin.
Tak lama Nam
berganti baju, ia muncul dan memukau teman-temannya. Nam terlihat lebih bersih dan
cantik. Semua memuji keahlian Pin merubah Nam . Namun yang Nam harapkan adalah reaksi dari
Chon. Dan Chon bilang, “Dia tampak sama. Snow White dengan kawat gigi.”
Jleb!
Besoknya Nam
segera melepas kawat giginya.
Saat latihan drama, yang berperan sebagai Pangeran tiba-tiba
terkena diare. Guru Inn memerintahkan Chon yang saat itu sedang melukis pohon
untuk sementara mengganti peran Pangeran. Dan adegan yang diperankan adalah
adegan Pangeran yang mencium Snow White agar bangun dari tidurnya. Nam menanti
ciuman Chon dengan berdebar-debar. Sementara teman-temannya sudah heboh. Ia
memejamkan mata. Namun saat ia membuka matanya lagi, sang Pangeran asli sudah
kembali dari sakit diarenya dan bersiap mencium Nam .
Malamnya Nam
berusaha menelpon Chon dengan nomor yang baru ia dapat. Begitu tersambung
langsung terdengar suara Chon. Namun belum selesai Chon bicara, Nam
sudah menaruh telponnya lalu berteriak kegirangan. Saat ia kembali, Chon
rupanya telah menutup teleponnya.
Hari pentas seni pun tiba. Seperti biasa, pertunjukkan tari
Guru Orn mendapat sambutan hangat dari murid-murid sekolah. Semua memadati
kursi penonton hanya untuk melihat Faye cs yang cantik menari. Sementara ketika
pertunjukkan Drama Guru Inn, satu persatu murid meninggalkan bangku penonton.
Hanya ada beberapa yang bertahan dengan tidak penuh minat.
Di belakang panggung, Guru Inn memuji kinerja anak-anak
didiknya. Ia bahkan berjanji akan mentraktir semua anak didiknya makan malam.
Di meja Nam
ada sebuah apel dan pesan di bawahnya. Untuk Snow White, saya sudah
mencicipinya. Apelnya tak beracun. Nam memandangi Apel itu dengan
senang.
“Dari siapa?”tanya Cheer tertawa geli karena melihat apelnya
sudah digigit.
“Pasti dari Chon”ucap Nam senang.
“Mungkin dari anak itu” Nim menunjuk cowok yang berperan
sebagai Pangeran yang sedang memakan apel, dan memandang Nam penuh minat.
“Euhh...” Nam
geli. Sementara Cheer cs tertawa mengejeknya, “Pangeran kodok! Sungguh cocok
dengan putri kodok!”
Malamya Nam
melampiaskan kekesalan pada Tuan Kancing. Ia berpikir Chon pasti hanya memilih
datang ke pertunjukkannya Faye dibanding dirinya. Ia lalu membuang Tuan Kancing
meski kemudian ia memungutnya lagi dari tong sampah.
Keesokan harinya, Chon sedang asik mengobrol bersama
teman-temannya ketika seorang cowok menepuk bahunya, “Hei, kau tak menyapa
ayahmu ini anakku?” canda cowok itu.
Chon menoleh dan kaget. Ia langsung memeluk cowok itu dan
mengenalkannya pada teman-temannya, “Ini Top, dia temanku sejak TK.”
Top rupanya langsung terkenal di kalangan gadis-gadis karena
dia tampan (meski buatku Chon yang paling tampan) dan merebut popularitas Chon.
Top lebih ramah, dan easy going. Ia menyapa semua gadis di jalan, sampai Chon
menghentikan tingkah playboynya dan mengajaknya ke kantin.
Di kantin rupanya drama Snow White yang diperankan Nam
diputar berulang-ulang kali. Semua tak ada yang mengenali bahwa Snow White
disana adalah Nam , dan Nam
yang kini lebih manis dan cantik langsung terkenal di kalangan cowok-cowok.
Sementara Chon dan Top juga melihat Tv yang sama.
“Wah itu Snow White yang sedang diputar di TV. Dia manis.
Apa dia sudah punya pacar?”tanya Top benar-benar terpesona dengan Nam .
“Sepertinya belum, tapi kurasa kau tak boleh
mendekatinya”jawab Chon.
“Kenapa?”tanya Top heran.
“Bukannya dia terlalu muda untukmu?”
“Ah aku bahkan sudah biasa meminta no telepon anak kelas 5
SD,” ujar Top.
Chon, “????!”
Tahun berikutnya....
Chon dan Top bermain sepak bola seperti biasa, sampai Top
menyuruh Chon melakukan tendangan pinalti. Chon tersinggung dan marah-marah
karena Top selalu menyuruhnya melakukan pinalti. Top yang tahu trauma
sahabatnya bertanya, “Kau masih belum pulih dari trauma mu itu? Ayahmu sendiri
mungkin sudah lupa.”
Chon mengelak, “Bukan, karena terlalu mudah makanya tak
kulakukan!”
Top ngalah, “Iya deh Cristiano Ronaldo....”
Di tengah jalan mereka dihentikan oleh cewek-cewek dari grup
mayoret yang ingin foto bersama Top. Chon menawarkan dengan sukarela untuk
memotret mereka. Namun baru gambar pertama, kedua cewek itu sudah bertengkar
merebutkan posisi paling dekat dengan Top. Pertengkaran itu menarik perhatian
siswa mayoret yang lain, mereka pun tawuran. Guru Inn datang melerai, sementara
Top dan Chon kabur dari tempat itu.
“Hei, kau bisa membuat keadaan jadi seperti ini?” tanya Chon
kagum. Top hanya mengangkat bahu.
Kedua Siswi itu akhirnya terluka karena pertengkaran barusan.
Yang satu leher dan kakinya, yang satu lengannya. Mereka dipastikan takkan bisa
memimpin grup mayoret. Kepala Sekolah akhirnya memutuskan akan berkonsultasi
dengan Guru Orn. Guru Inn cemberut mendengar nama Guru Orn disebut. Tiba-tiba
ia melihat raket melayang di belakangnya. Rupanya Nam
dan kawan-kawan melempar raket untuk bisa mengambil cock yang tersangkut (Nam
sekarang sudah jauh lebih cantik, bersih dan putih, rambutnya juga panjang).
Guru Inn langsung dapat ide.
Guru Inn menghampiri Nam dan Cheer yang sedang
istirahat. Ia memuji-muji Nam ,
“Nam ,
seumur hidupku aku tak pernah melihat orang sesempurna, sebaik dan secantik
kamu...”
Guru Inn pun meminta secara langsung supaya Nam menjadi pemimpin Mayoret sekolah untuk
Festival Olahraga kota .
Nam tadinya mau menolak
karena festivalnya tinggal 2 minggu lagi, dan ia sama sekali tak ada persiapan,
namun Guru Inn memohon-mohon pada Nam .
Dalam latihan pertama, Nam bahkan tak bisa menangkap
tongkat mayoretnya sama sekali. Ia melemparnya sangat tinggi sehingga seluruh
murid-murid pada berlarian karena takut tertimpa.
Metode terakhir *ini juga tahu-tahu sudah terakhir*:
“Jika kamu ingin melakukan sesuatu karena cinta maka
lakukanlah habis-habisan dan dengan sepenuh hati, maka dia akan datang padamu.”
Guru Inn sedang meyakinkan Kepala Sekolah bahwa grup
mayoretnya akan menjadi yang terbaik. Ia bahkan memuji-muji Nam yang akan menjadi pemimpin grup
mayoret. Baru selesai memuji, tiba-tiba terdengar teriakan Nam .
“Awas Guru!”
Dan tongkat mayoret melayang ke arah mereka berdua. Nam
segera berlari mengambil tongkat tersebut sambil minta maaf.
“Jangan bilang kalau dia yang akan jadi pemimpin Mayoret
sekolah ini...” kata Kepala Sekolah. Guru Inn mencoba meyakinkan kalau
kegagalan Nam
tadi adalah yang pertama. Belum selesai Guru Inn
ngomong, tiba-tiba sebuah benda bergulir di depan mereka. Rupanya Nam
baru saja mematahkan kepala tongkat mayoretnya hingga rusak.
“Ganti dia, atau kau yang akan kuganti”ujar Kepala sekolah
pada Guru Inn sambil berjalan pergi.
Guru Inn panik, “Tapi Festivalnya tinggal seminggu lagi!”
Faye dan Kwan sedang berjalan sambil membicarakan soal Guru
Inn yang keras kepala mempertahankan Nam , “Aku heran kenapa ia tak
memilih kita yang cantik dan berbakat, Guru Inn begitu mengerikan, setiap
siswanya juga mengerikan. Untung kita tak berada di kelasnya, kita mungkin
takkan populer seperti sekarang.”
“Pada kenyataannya seperti itu” jawab Faye santai.
“Dasar wajah serangga!” ledek Kwan, mereka lalu kabur.
Ia pun berlatih lagi dengan menggunakan sapu, sebagai
pengganti tongkat mayoretnya yang rusak. Ia masih belum berhasil.
Malamnya, Chon dan Top sedang dalam pertandingan percobaan,
dan Nam
juga berada disitu untuk latihan. Ayah Chon dan temannya juga datang untuk
melihat latihan anaknya. Saat pertandingan, timnya Top dan Chon mendapat
giliran penalti. Saat Top mau melakukan eksekusi, Chon menahan Top. Rupanya ia
mau mencoba melakukan penalti. Ayah Chon yang melihat gelagat anaknya
memutuskan ingin pergi dari tempat itu karena takut, namun ditahan temannya.
Top memberi kesempatan pada Chon.
Tendangan pinalti Chon membentur tiang gawang. Chon depresi.
Kata-kata hinaan Ding tentang ayahnya terngiang-ngiang di kepalanya. Ayahnya
pun tak kuat melihatnya dan berniat segera pergi, namun temannya masih tertarik
untuk melihat dan menahan ayah Chon. Top menepuk bahu Chon dengan senyum.
Temannya yang bermain di tim lawan memberinya kesempatan kedua, “Yang tadi
hanya pemanasan.”
“Mana ada aturan seperti itu...”kata Chon kesal.
“Ada ”
kata Top dan kawan-kawannya.
“Terlebih lagi aku belum meniup peluit”sahut Guru Phol. Chon
tersenyum senang. Ia mencoba melakukan tendangan lagi.
Goal! Chon disambut histeria teman-temannya. Ayahnya juga
sangat senang, dan pergi dengan lega dari tempat itu. Semua menyoraki Chon
termasuk Nam
yang ikut tersenyum senang untuk Chon. Chon akhirnya menerima tawaran Guru Phol
untuk menjadi pemain tetap di Klub Sepak bola Sekolah. Teman-temannya senang,
namun pandangan mata Chon menatap penuh arti ke arah Nam yang berdiri di samping bangku
penonton. Nam
tersenyum sambil menatap tongkat mayoretnya.
Di kamar Nam
memandangi Tuan Kancing, “Aku mengerti”ucapnya penuh senyum keyakinan. Nam
lalu berlatih siang, malam, seminggu tanpa henti. Dan latihannya akhirnya
membuahkan hasil. Dia sudah mampu menangkap tongkat mayoretnya. Di sekolah Guru
Inn senang dengan perkembangan Nam .
Ia membanggakan Nam
di depan Guru Phol dan Guru Orn. Guru Phol memberikan aplause, sementara Guru
Orn terlihat tak senang.
Hari Festival tiba. Nam
dengan pakaian leader mayoretnya terlihat sangat cantik, mereka berparade
keliling kota .
Ia juga ditonton oleh Pang dan Ibunya.
“Bagaimana, apakah kakakmu terlihat cantik seperti ibu?”
tanya Pim.
“Yang benar saja! Kakak lebih cantik dari pada Ibu!”jawab
Pang. Pim memeluk Pang sambil tersenyum senang.
Chon dan Top juga ikut menonton parade. Chon sibuk memotret Nam , sementara Top memandangi Nam dengan
terpesona, “Aku takkan mau pindah kemana-mana lagi...”
Chon menggerutu, “Aku selalu mendengar hal yang sama darimu
terus!”
Hari Valentine. Popularitas Nam langsung meningkat sejak
Festival. Semua cowok tergila-gila padanya. Ia mendapatkan banyak coklat dan
hadiah valentine.
“Padahal Valentine tahun lalu dia masih berkulit gelap” ujar
Cheer geli. Tapi Nam
kelihatan tak bersemangat. Gie menanyakan keadaannya.
“Dia menunggu satu-satunya pria, justru ia tak datang” ucap
Cheer. Siapa lagi kalau bukan Chon.
Nim tiba-tiba berseru heboh. Rupanya Chon datang.
Ia membawa pohon mawar putih yang masih ada akarnya. Cheer
cs mendorong Nam
yang terlalu nervous untuk keluar. Hatinya dag-dig-dug, apalagi Chon tersenyum
manis ke arahnya. Namun senyum Nam
harus hilang ketika Chon mengatakan hanya mengantarkan mawar dari temannya. Nam
memandang punggung Chon yang pergi dengan hati kecewa.
Di kamar Nam
masih melihat pohon mawar itu dengan sedih. Saat ia memutuskan untuk belajar,
secarik kertas terjatuh dari bukunya. Sebuah surat , Nam ,
sampai bertemu jam empat di depan tangga sekolah. Ada yang ingin kukatakan padamu. Nam
tersenyum. Harapannya bangkit lagi.
“Rupanya kau datang...”tiba-tiba Top berdiri di antara mereka.
Nam
terkejut. Ia meremas kertas di tangannya.
“Kak Top yang memberiku surat ini?”tanya Nam takut.
Top mengangguk, “Ya, surat
itu milikku.”
“A... ada yang ingin kau bicarakan padaku?”
Top memandang Nam
penuh senyum, “Maukah kau menjadi pacarku Nam ?”
Chon berjalan ke arah Top dan Nam sambil tersenyum, “Ah, aku
hanya ingin bertanya kenapa kau masih ada disini. Tapi pertanyaanku sudah
terjawab...”
Chon menepuk bahu Top kemudian pergi. Nam menatap kepergiannya dengan tak
percaya.
“Jadi jawabannya apa Nam ? Jika kau diam saja aku akan
menganggap kau oke dengan itu”ujar Top.
“Hah?! Top?!”seru Cheer cs dengan tak percaya. Nam
mengangguk lesu.
“Bagaimana bisa?”tanya Cheer, “Lalu, Chon hanya mengatakan
itu?”
“Lalu apa jawabanmu pada Top , Nam ?”tanya
Nim.
“Aku tak menjawab. Apa yang harus kulakukan Cheer...?”keluh Nam .
“Kau harus menunggu dan melihat. Top adalah sahabat baik
Chon, jika kau melakukan sesuatu tanpa pertimbangan maka Chon pasti akan marah
padamu...”
bersambung ke part 2
No comments:
Post a Comment